Sunday, November 25, 2012

Your Own Circle


“kamu yakin mau ikutan audisi untuk film itu?” Dani menatapku penuh serius. Terlihat sekali bahwa pertanyaan yang ditunjukan padaku mengisyaratkan keraguan.  Aku hanya tersenyum meyakinkan. “Tentu”
“kamu tau kan Dan, Film itu diangkat dari Novel yang penulisnya favorit aku banget” kataku bersemangat. Dia hanya mengangguk pelan. Tanda dia tidak lupa atas kenyataan itu.
“so...?” aku menatap matanya yang penuh pertimbangan. Dia menghembuskan nafas dengan kasar. “yasudah kalo itu mau kamu. No problem” aku tersenyum lebar kearahnya, senang sekali dan membuatku tidak sabar atas audisi itu.
            Film yang berjudul Finding You –yang rencananya akan ku ikuti audisinya untuk pencarian tokoh wanita utama- adalah film yang diangkat dari salah satu novel favoritku, dan juga penulisnya. Mengisahkan tentang seseorang gadis yang menyukai seorang laki-laki tidak peka yang ia tidak tahu dimana keberadaannya. Seseorang dimasa lalu yang ia temui dalam waktu singkat namun mampu membuat hatinya mengukir perasaan aneh. Banyak orang bilang perasaan itu namanya cinta. Setiap malam sebelum tidurnya, gadis itu selalu membayangkan bagaimana wajahnya. Disetiap kakinya melangkah pergi ke dunia luar, gadis itu berharap dan selalu berharap bisa bertemu kembali dengan orang yang ia rindukan. Sekalipun orang itu tidak melihatnya, melupakannya, ia tidak mau perduli. karena yang terpenting baginya, laki-laki itu ada, dan ia bisa melihatnya. Maka segalanya terasa benar.
            Rentetan cerita diatas adalah plot awal cerita dan minor konfliknya. Aku suka sekali ending dari cerita itu. Happy ending. Sesuai judulnya, si gadis berhasil menemukan dimana sang pangeran. Penantian itu, berakhir indah saat laki-laki yang ia kagumi menyatakan cinta padanya. Ya, sebenarnya aku selalu menyukai cerita cinta, walau diawal terasa menyedihkan dan mampu meremuk-redamkan si pembaca cerita, tapi cerita cinta itu berakhir bahagia. Itu juga yang aku harapkan dalam kisah cintaku. Dani dan kebahagiaan.
            “Fi”
            “Fio”
            “Fiorenza” Dani menepuk bahuku pelan. Aku refleks menoleh.
            “ada apa Dan?”
            “kamu kenapa Fi? Aku udah manggil kamu tiga kali nggak nengok juga”
            I’m okay” jawabku singkat. Sepertinya aku banyak melamun tadi. Asli aku nggak denger kalo Dani udah manggil-manggil aku sejak tadi. Aku beranjak dari kursiku dan meraih tangan kirinya dengan tangan kananku.
            “ikut aku yuk”
            “Kemana?” Dani bangun dari kursi yang ia duduki persis tadi disebelahku, tanpa melepaskan tanganku.
            “Kedai donat”
            Kami pun pergi menuju kedai donat langganan kami, daerah Gandaria, Jakarta Selatan. Meskipun sering mengunjungi kedai donat, herannya aku nggak bosan-bosan. Kalo Dani nggak bisa nemenin, paling aku kesini sendiri, atau merayu-rayu Lisa. Salah satu temanku sejak SMP.
            Kali ini, kami memilih posisi duduk dekat dengan jendela.
            “setau aku, Pantai Pink dipakai untuk latar tempatnya bukan?” Dani buka suara. Aku yang sedari tadi sibuk memainkan sedotan orange float yang  kuminum, terperangah kaget dan melihat kearahnya.
            “eh? Kamu tahu?” jelas aku bingung. Dani kan nggak suka baca novel.
            “ada internet Fi, walau aku nggak suka baca novel, yah aku bisa tau itu” aku menggangguk setuju.
“kalo seandainya kamu lolos audisi film itu, kamu bakal pergi dong Fi?”
Aku terdiam. Sedikit berfikir. “iya bener, tapi nggak lama. Hanya untuk film itu, Dan. Aku juga nggak akan main film lagi, aku kan nggak berniat jadi artis” aku tertawa pelan. “itu juga kalo lolos Dan” Dani ini, kalo udah serius sedikit menyeramkan, aku harus pintar cari cara merubah atmosfer suasana panas diantara kami. Aku tau, Dani sebenarnya nggak mau aku ikutan audisi itu. Tapi bagaimanapun, aku sangat menginginkannya. Toh, syuting filmnya hanya beberapa bulan saja. Film ini pula tidak akan membuatku terdampar di kampung orang bertahun-tahun lamanya.
“Lombok itu nggak deket Fi” Dani berkata lirih.
“Dan, I’m 21
Dani tidak merespon. Satu hal yang tidak aku tahu, sederet kalimat yang tidak ia ucapkan, yang hanya dipendam dalam hatiya.
 Itu tandanya kamu akan jauh dari pandanganku. Dan aku nggak bisa ngejaga kamu. Dan bagaimana jika, kamu jatuh cinta pada lawan mainmu?
**
Hari demi hari berganti. Audisi Film Finding You sudah ku lewati dengan suka duka. Kadang aku merasa lelah, tapi bisa bersemangat kembali saat aku mengingat tujuanku. Menjadi tokoh utama wanita dalam novel kesukaanku.
Aku merogoh saku jaket dan mengambil ponsel. Hanya untuk melihat jam, karena aku tidak terbiasa memakai jam tangan kemanapun aku pergi. Aku melirik hape-ku sekilas. Pukul dua siang. Tapi kenapa Dani belum datang juga?
Pengumuman audisi sebentar lagi mulai. Aku duduk dengan gelisah. Kemana si Dani ini? Apa dia tidak ingin menemaniku saat ini?
Aku keluar dari aula besar ini mencari sosok Dani dan mencoba menelfon, karena suasana didalam begitu ramai. Empat kali aku melakukan panggilan, tapi belum di angkat juga. aku putuskan untuk masuk kembali karena sudah terdengar pembawa acara memperdengarkan suaranya dari microphone sana.
“Dan...” aku mendesah pelan menyebut namanya, lalu melangkah gontai setengah menunduk. Hingga aku tak menyadari seseorang dengan tinggi badan menjulang sudah ku tabrak.
“sorry..” kataku singkat sambil mengangkat kepala melihat orang itu.
Damn! Jantungku.... kenapa masih seperti ini? Kenapa? Kenapa masih juga berdebar keras?
“Alnoza” tanpa sadar aku menyebutkan nama itu. Namanya.
Benar, dia Alnoza Wirasena. Orang itu. Sepertinya subjek ceritaku berganti, dimulai dari detik ini.
Al menoleh. Menatapku seolah bertanya, ‘kau siapa?’ aku refleks mundur. Malu juga, jika saja dia tidak mengenaliku. Aku sendiri nggak akan berani mengenalkan diriku, mengingat dia tahu betul aku yang dulu, seorang gadis kecil yang berani mengatakan rasa suka padanya. Dia terlihat berfikir.
Apa aku tidak salah lihat? Aku mengerjap. Al tersenyum padaku!
“Fio kan?”
Deg! Suaranya... Ya Tuhan, apakah aku bisa tidak waras dalam waktu secepat ini? Alnoza Wirasena, seseorang dimasa lalu yang sangat ku kagumi, ralat, yang masih sangat ku kagumi hingga detik ini masih mengingatku, dan tersenyum padaku. Rasanya aku ingin ambruk. Ya mungkin aku berlebihan. Dan sekarang kau pun tahu aku sangat menyukainya. Tidak ada yang lebih menyenangkan bukan, selain bisa bertemu kembali dengan seseorang yang sangat kau sukai?
Aku memang senang. Sangat malah, atas pertemuan yang juga aku impikan selama ini, sebelum Dani mampir mengisi kosongnya ruang dihatiku. Namun setelah melihatnya kembali, aku dilanda resah.
bagaimana dengan hatiku nantinya? Bagaimana pula dengan hati seseorang yang menyayangiku?
“Fio” Al memanggilku sekali lagi masih dengan tatapan bertanya. Tersadar dari lamunanku, aku segera memberikan seulas senyum yang kubisa.  “hei, kak Al”
Aku terkadang memanggilnya kakak. Kadang pula tidak. Intinya aku memanggil dia sesuka hatiku. Al seniorku waktu kita masih berseragam putih-biru. Dan juga menandakan, perasaan itu masuk sedalam-dalamnya ke hati ini delapan tahun silam.
“elo disini ngapain Fi?”
“nungguin pengumuman audisi, lo sendiri?”
“sama”
“masuk yuk, kayaknya udah mau pengumuman tuh” Al mengajakku memasuki Aula besar itu. Aku mengikuti langkahnya yang besar-besar sambil melirik kekiri-kanan. Mencari... yah, mencari seseorang yang ‘seharusnya’ ada si sampingku sekarang. Sudahlah, mungkin Dani terlambat.
**
Terkejut! Mimpiku jadi nyata. Aku berhasil mendapatkan peran itu. Mungkin actingku memang bagus. Haha. Soalnya aku sangat menjiwai peran ini dan hafal isi novel itu tentunya adegan-adegan yang menurutku menyenangkan untuk di baca ulang.
Satu kejutan lain di hari ini, Al yang menjadi lawan mainku. Aku pun tidak menyangka, dan ragu. Akan ku tanyakan padanya alasan mengikuti audisi film ini. Karena setahuku, Al tipikal laki-laki cuek, tidak juga suka baca novel sama seperti Dani. Apalagi sampai tertarik untuk ikut audisi seperti ini.
Dani menghampiriku dengan wajahnya yang terlihat kesal. “maafkan aku” ucapnya begitu sampai persis disebelahku. Mau marah tapi nggak bisa. Niatan mau ngambek tapi malah disodorin muka keselnya duluan aku mengurungkan niatku. “Dan, kamu”
“tadi aku ada tamu Fi. Penting. Jadi baru sampe sekarang” potong Dani berupaya menjelaskan. Wajahnya masih terlihat sedikit kesal. Bukan kesal padaku. Kesal pada keadaan yang mengharuskan dia tidak bisa datang tepat waktu menemaniku. Takapa lah. Toh, aku sendiri tidak merasa kesal.
“nggak pa-pa kok Dan”
“oh iya, aku mau kasih tau kamu sesuatu!” ucapku bersemangat.
“tentang?” Dia menatapku. Menunggu.
“aku lolos audisiiiiiii” teriakku kegirangan sambil mencubit kedua pipinya.
Dani melepaskan kedua tanganku dari wajahnya. Tangan kanannya menyentuh puncak kepalaku, dan mengacak-acak rambutku
“syukurlah, yang terpenting kamu senang”
Dani. Selalu berdoa untuk kesenanganku. Semoga kau juga mendapatkan itu,  Dan.
**
Semilir angin Lombok meniup rambut ikal milikku dan membuatnya berterbangan. Kami sampai di Lombok kemarin pagi. Perjalanan melelahkan namun terbayar sudah mengingat indahnya tempat ini. Kebetulan saat ini lagi jam bebas. Aku tidak ingin menyianyiakan kesempatan baik liburan gratis seperti ini. Aku sudah meminta ijin pada kedua orang tua dan juga Dani. Dengan ijin dari mereka tentu bisa menenangkan hatiku selama disini.
Satu hal yang membuatku penasaran adalah seperti apa rupanya pantai pink. Aku menyusuri sepanjang pantai ini sambil menikmati hembusan angin yang begitu menyegarkan kepalaku.
Biasanya yang terpikir duluan adalah sebuah Pantai yang berada di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timurkan? begitu juga denganku. Tapi itu dulu. Kini di hadapanku tersaji pemandangan yang luar biasa indah. Ternyata Lombok masih saja memberikan kejutan dalam perjalanan gratisku. Pantai dengan pasir berwarna merah muda atau biasa kita sebut warna pink itu rupanya nggak cuma ada di Pulau Komodo, NTT.
Musim hujan membuat rerumputan disekeliling pantai dan pepohonan yang biasanya kering terlihat menghijau. Kontras dengan hamparan pasir merah muda dan gradasi warna laut biru dan hijau toska. Pantai yang sangat “tersembunyi” dan perawan ini menawarkan pemandangan yang menakjubkan. Pantainya diapit 2 buah bukit kecil dan di kedua bukit itu tersedia berugak semacam pendopo untuk beristirahat atau sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan. Pemandangan dari bukitnya pun luar biasa. Mengingatkan akan kepulauan raja ampat di Timur Indonesia sana. Dari sini terlihat pula Pulau Sumbawa.
tepukan pelan dipunggung kananku membuatku menoleh. Ku lihat Al dengan sorot mata dingin yang selalu kupuja. Sinar dari mata itu belum berubah. Dan Al, masih menjadi yang paling terang, disini. Refleks aku memegang dada kiriku. Degup jantungku semakin liar setelah kudengar suara berat miliknya ditelingaku. "sedang apa?"
"menikmati hidup" jawabku singkat sambil merentangkan kedua tanganku dan menghirup udara segar. Berusaha menormalkan kembali detak jantungku. Sungguh, jantungku tidak boleh berolahraga sekeras ini hanya karena Al. kemudian kami duduk diatas pasir merah muda, mataku memandang kagum hamparan laut ciptaan Tuhan.
"kenapa bisa ikutan audisi film ini?" tanyaku teringat rasa penasaran yang telah melanda sejak hari pengumuman beberapa waktu lalu.
"seseorang memintanya" jawabnya dengan mata menerawang jauh. Aku jadi ingin tahu siapa orang yang dia fikirkan. "dia bilang.." Al berkata lagi dengan menggantung kalimatnya. "karakternya mirip gue" dia tersenyum tipis.
"memang seperti lo kak"
Aku tertawa kecil. Al menoleh padaku meminta penjelasan."seperti lo.... sebaiknya tanya sendiri sama orang yang lo maksud. Mungkin alasan kita beda"
"kalo alasan lo apa?
"...."
"Fi" dia menyenggol lenganku pelan.
"rahasia!" ucapku meledeknya sambil menjulurkan lidah. Al hanya mengangkat bahu dengan tatapan 'yasudahlah kalo nggak mau ngasih tau' hening diantara kami. Satu menit kemudian aku buka suara
“ternyata seorang arsitektur muda yang sibuk seperti lo, bisa setuju ikutan hal yang nggak lo suka hanya karena seseorang memintanya. Ajaib loh Al!” tawaku berderai seiring rasa penasaranku.
“begitulah” Al mengangkat bahu tidak perduli.
“memangnya siapa orang itu?” tanyaku hati-hati sambil menatapnya. Tak bisa dibohongi, hatiku, resah.
“Mia”
OH- Mantan!
Seingatku Mia pacar Al sewaktu SMA. Kenyataan itu kudapati dari temanku yang bersekolah sama dengan mereka. Dadaku sesak sekali waktu tahu hal itu.
 "gue  heran kenapa gua bias lolos, padahal gua setengah hati ikutan yang beginian"
"gue juga heran kenapa gue bisa ketemu lo lagi" bukannya merespon aku malah bertanya balik dengan kontras. Hening kembali, karena kami berdua sama-sama tidak tahu jawabannya. sebelum matahari benar-benar pergi, aku menyentuh tangan Al mengajaknya untuk kembali ke penginapan. "yuk"

karena sikap lo yang dingin Al, sama seperti karakter itu. Lo nggak peka, atau pura-pura nggak peka terhadap orang yang begitu mencintai lo....

**
“aku mencintaimu”
Aku tersenyum mendengar kata cinta darinya. Ah, andai saja ini nyata! Sayangnya ini adalah adegan terakhir yang harus kami tuntaskan setelah perjalanan panjang kami menempuh suksesnya Film Finding You. Dengan menghayati peranku –sedikit berharap ini nyata- aku menatap Al dalam.
“aku...” kenapa mendadak lidahku kelu? Come on Fio, ini Cuma acting!
“aku juga mencintaimu. Sepenuh hati” diatas segalanya, aku sudah mengungkapkan isi hatiku. Karena inilah yang sesungguhnya kurasakan. Walaupun bagi Al, ini adalah bagian dari dialog.
Sepersekian detik kurasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Alnoza menciumku! Hanya ciuman singkat namun sangat mengguncang jiwaku. Tapi apa maksudnya? Sungguh, seingatku tidak ada adegan seperti ini dalam naskah. Dan jantungku.... mendadak aku teringat Dani. Al membuatku terlihat mengkhianati Dani. Dan, maafkan aku.
“hyaa, bagus sekali” puji sutradara Choi melihat adegan terakhir kami. Riuh tepuk tangan membanjiri telingaku. Sutradara muda nan cantik itu bangkit dari kursinya dan berjalan kearah-ku yang masih mematung, bersebelahan dengan Al yang tetap tenang –setelah apa yang dilakukan padaku-
“kerja yang bagus, saya ucapkan selamat pada kalian berdua. Semoga Film kita sukses!” ucap sutradara Choi sambil bergantian menyalami tanganku dan Al. Sutradara Choi tersenyum manis lalu memelukku. Aku membalas pelukannya. “kita adakan party nanti malam, untuk merayakan kebersamaan kita selama tiga bulan disini”
Aku mengangguk.  “kalian berdua? Hm, sepertinya saya pamit dulu. Have fun” sutradara Choi tersenyum penuh arti. aku memperhatikan punggung sutradara Choi semakin menjauh dari pandanganku dan perlahan hilang. Kini kami tinggal berdua saja. Adegan ‘tadi’ diambil di tepi pantai pink. senja mulai menua. Sayang sekali, karena saat siang disini lebih indah.
“kak”
“Fi”
Ucap kami berbarengan. Mendadak suasana canggung kembali. Teringat adegan tadi, pipiku terasa panas.  “besok kita kembali ke Jakarta” Al buka suara terlebih dahulu. “tentu, memang lo mau lama-lama disini?”
“enggak Fi, lagipula kerjaan gue numpuk. CV yang udah gue bangun bareng temen-temen masih membutuhkan gue” ucapnya datar. Tidak mengesankan kehebatannya. Padahal aku tahu dia hebat. Anak rumahan yang ku sukai menjelma menjadi arsitektur muda yang mengagumkan.
“setelah Film ini benar-benar selesai apa kita bisa ketemu lagi?”
Aku terdiam. Entahlah, bisa bertemu lagi atau tidak. Aku sudah melewatkan bertahun-tahun waktu dengan menyukainya tanpa dia disisiku. Kini, jika dia pergi lagi, aku harusnya sudah terbiasa bukan?
“kenapa pertanyaannya gitu?” akhirnya hanya ini responku.
“karena”
“ya?”
“gue pengen tetep seperti ini Fi. Disamping lo”
Apa ini masih bagian dari adegan? Kalau bukan, ini pasti tidak serius. Al pasti bercanda, atau mungkin telingaku saja yang bermasalah.
“tapi Al?”
“gue serius Fi. Dan yang tadi itu, gua melakukannya karena..” dengan gerakan cepat Al menarikku kedalam pelukannya. Bisa kurasakan hangat nafasnya di leherku. Dan detak jantungnya yang berdebar cepat seperti milikku. “gue suka lo”
**
Keputusanku untuk ikut audisi Film Finding You adalah sebuah kesalahan. Kuutarakan hal ini begitu kedua kakiku tiba di Bandara Soekarno-Hatta. ‘kejutan’ yang kudapati beberapa bulan ini telah memporak-porandakan jiwaku. Mengacaukan benteng pertahanan yang ku bangun sejak delapan tahun yang lalu. Membuatku menyadari, dirinyalah yang masih terang dari pandanganku. Dialah pangeran yang selalu kuimpikan agar bisa ku temui lagi, entah ia bisa melihatku atau tidak. Karena yang terpenting dia ada, dan aku bisa melihatnya.
Hampir sebulan berlalu, Lombok masih menjadi kenangan. Tentang semua sikap Al, canda-tawanya, sorot matanya yang dingin namun teduh, yang menemaniku selama berada disana.
Gue pengen tetep seperti ini Fi. Disamping lo. Sederet kata itu hampir membuatku tidak waras hanya dengan memikirkannya.
“kamu berubah Fi” teguran Dani membuyarkan ketidak-warasan ku. Mengembalikanku pada realita yang sebenarnya.
“ng..”
“maksud kamu?”
“sebulan ini aku selalu merhatiin kamu. Kamu banyak diem Fi. Tatapan kamu kosong. Entah apa yang terjadi sama kamu disana”
“aku.. aku baik-baik aja kok Dan. Sungguh” kilahku cepat. Dani tidak boleh tahu, bahwa selama ini aku masih menyukai Al. Aku menyayangi Dani. Tapi perasaan itu beda. Pada Dani, aku merasakan sebuah ketulusan lebih kepada sosok seorang kakak. Yang selalu ada dan menjagaku. Tapi pada Al, ketulusan itu membuatku hampir tidak waras, dan lelah. Lelah akan perasaan yang tidak bertuan.
“masih menyukainya?” pertanyaan Dani seperti batu besar yang menghantam dadaku. Sakit. Bingung. Takut. Kenapa tiba-tiba..?
“Dan”
“aku tahu kamu masih menyukainya. Bahkan sangat menyukainya” Dani menghembuskan nafas dengan kasar. Apakah dia marah? Haaah, boodoh sekali aku. Kenapa harus aku yang merasakan hal ini?
“Dan aku”
“aku benar kan Fi?” tanyanya lagi memotong ucapanku.
Aku meremas-remas kedua tanganku. Tidak tahu harus apa.
“kenapa nanya gitu Dan?”
“hanya memastikan” jawab Dani singkat. Singkat tapi dalam.
“kamu..kok tahu?” sekali lagi Dani menghembuskan nafasnya dengan kasar. “kamu lupa Fi?”
“aku temen semeja Al dulu, sejak sebelum kamu suka dia” oh iya! Kenapa aku bisa lupa fakta itu. Akhirnya aku menundukan wajah. Tidak berani mentap Dani lagi.
“maafkan aku” ucapku masih tidak berani menatap wajahnya.
“Fi, lihat aku” aku masih saja kekeuh dengan posisiku yang menatap lantai. Dani membalik tubuhku, dan menangkup wajahku dengan tangan besar miliknya. Cairan hangat mulai mengalir dari sudut mataku. Melihatnya membuatku ingin menangis atas rasa bersalah, karena masih saja tidak bisa melupakan cinta lampauku saat dua tahun sudah kami bersama.
“maafkan aku Dan. Maaf” Dani menarikku kedalam pelukannya, membiarkan diriku menangis di tempat yang sama akan sakit hatinya padaku.
“sudah Fi, tenanglah” aku masih terisak. Aku tahu dia jauh lebih sakit. “berat untuk melepasmu Fiorenza, tapi aku akan lakukan itu” aku mendongak melihat wajahnya. Apa aku tidak salah dengar?
“Dan”
I’m okay” Dani menghapus air mata dipipiku.
“cinta memang nggak mudah berganti Fi” Dani berkata lirih, “mungkin itu juga yang kamu rasain ke Al”
Aku memeluk Dani, rasa bersalah itu semakin menjadi. Tapi dengan segenap hati dan jiwanya Dani malah menenangkanku. Padahal akulah yang jahat disini. “aku akan ada untuk kamu Fi. This I promise you” Aku mengeratkan pelukanku padanya. “maafkan aku Dan”
Dani melepaskan pelukanku lalu menatapku, “nggak usah minta maaf mulu” ucapnya sambil mencubit kedua pipiku. “sudahlah nanti Al nggak mau nerima kamu kalo kamu cengeng kayak gini”
Aku tersenyum lega. Beginilah rasanya punya mantan yang terlalu baik. Tapi aku sangat bersyukur, setidaknya nggak ada permusuhan. Sejujurnya aku kurang menyukai pasangan yang sehabis putus jadi musuhan. Bukankah dulu mereka saling mencintai?
Aku tersenyum memandang wajah itu, “terimakasih”
Hari ini, Nafisha Fiorenza telah mematahkan hati seseorang.
**
Setelah putus dari Dani, kami masih berhubungan baik. Kalo nggak sibuk, Dani mampir kerumahku untuk sekedar minum kopi atau mendengar keluh kesahnya tentang partner kerja yang perfeksionist. Kami tidak canggung lagi, bahkan terkadang aku bercerita tentang Al. Tentang ucapan Al, bahwa ia ingin disampingku.
Ngomong-ngomong tentang Al, sampai detik ini kami belum ada status apa-apa. Aku merasakan perubahan pada diri Al. Sangat berbeda dengan Al yang selalu baik padaku di Lombok. Harusnya kami tidak usah pulang, biar Al selalu baik padaku. Oke ini mustahil.
Ponselku bergetar. Tertera nama Alnoza muncul dilayar. Aku segera mengangkat telfon itu dengan hati berbunga. Al mengajakku ketemuan.
Aku duduk disebuah cafe. Sepuluh menit kemudian, Al datang. Raut wajahnya keruh. Segera aku menyuruhnya duduk. Aku memanggil pelayan dan memesan makanan. Al hanya mengangguk setuju dengan menu yang aku pesan.
“ada yang mau gue omongin ke lo Fi” ucapnya disela-sela makan kami. Sebenarnya yang makan hanya aku saja. Dari tadi Al hanya mengaduk-aduk makanannya tidak jelas. Mendadak hatiku resah.
“gue balikan sama Mia”
Terdiam. Aku kaget dengan apa yang ia katakan. Sesak. Jadi, bagaimana dengan penantianku? Harapan itu...palsu?
“kak..” ucapku menahan tangis. Tidak, tidak boleh aku lemah dihadapannya.
“gue emang suka lo Fi, tapi....”
you like me, but you love her. Oke gue ngerti Al” ucapku dengan senyum tertahan. Gue ngerti kok Al rasanya...
“Fi”
“gue suka sama lo dari dulu loh kak”
“sejak kita masih sama-sama pake putih biru” sekali lagi aku berusaha tegar. Menahan air mata yang tak kuasa untuk kubendung lagi.
“Fio maafin gue, gue nggak bermaksud seperti pemberi harapan palsu”
Mendadak aku teringat ucapan Dani ketika kami putus. “Cinta memang nggak mudah berganti”
“cukup Kak, selamanya gue tetap menjadi seseorang yang berada diluar lingkaran hidup lo”
“sebaiknya gue pergi sekarang, selamat tinggal” Aku bangkit dari kursi tanpa menoleh lagi pada Al.
Hari ini, Alnoza Wirasena telah mematahkan hati seseorang. Dan sialnya orang itu.. aku.
**
Aku pernah bilang bukan? Aku menyukai sebuah cerita cinta. walau diawal terasa menyedihkan dan mampu meremukredamkan si pembaca cerita, tapi cerita cinta itu berakhir bahagia. Ternyata aku salah. Setiap Cinta yang dirasakan mempunyai rasa manis, tapi tak selalu berakhir bahagia. Saat ini, kudapati akhir dari cerita cintaku. sad ending. Bukan seperti cerita cinta yang selalu ku baca di setiap novel kesukaanku. Jika cerita cintaku adalah sebuah novel, dan akulah penulisnya, tentu akan kubuat tokoh laki-laki utama juga mencintaiku. Akan kubuat seperti cerita cinta yang indah dalam angan para penikmat cinta. Sayangnya, hidup sudah begini adanya. Aku sudah mengerti ceritaku dan akan menikmatinya –walau berat-
Alnoza, ibaratnya sebuah lingkaran. Sampai lelah aku mengitarinya namun tak pernah bisa berhenti mengitarinya. Lingkaran itu tertalu kokoh. Sulit kutembus dengan hatiku. Begitu sukar untuk memasukinya, karena seperti sudah termaterai, aku tidak pernah bisa masuk kedalam lingkaran itu. Dan mungkin akan selalu menjadi orang yang berada di luar lingkaran hidupnya.
Atas segala penantianku, Tuhan, jika hatinya tidak bisa berubah, ku mohon agar hatiku yang berubah.

                                                                                                                                                                       September, 2012

Sunday, November 18, 2012

berharap ini catatan yang terakhir

hai Al, bagaimana kabarmu sekarang?

semoga kau baik-baik saja.

Al, aku selalu berharap ini setiap kisah yang aku tulis tentangmu, adalah yang terakhir. terkadang aku merasa lelah harus terus menulis tentang hal yang menggambarkan sebuah kekecewaanku, akan suatu perasaan yang tidak terlihat. 
tiga tahun sudah berlalu. kau tau, kau adalah kelompok mayor yang menjadi sumber kesedihanku selama tiga tahun belakangan ini. hari yang berat. dimana hampir setiap harinya, aku bertanya pada diriku sendiri 'kamu apa kabar?' 
hari-berat yang kulewati tanpa ngeliat kamu, tanpa tahu kamu lagi apa, gimana kamu yang sekarang, gimana suara kamu yang belom sempat aku dengar sebelumnya, dan gimana perasaan itu yang sebenernya. 
aku nggak tahu apa ini adalah catatan terakhir tentang kamu. tapi aku harap iya. aku harap, jika memang aku membuat catatan tentang kamu, itu adalah hal bahagia yang kita lalui bersama. catatan tentang warna baru atas kisahku.kisah kita.
aku nggak tau kenapa efek itu masih terasa besar dihatiku. walau aku nggak pernah tahu, sebenernya apa arti perasaan aku. 
kamu tau Al? aku masih nggak waras kalo lagi ngobrol sama kamu, padahal itu cuma lewat media. setiap nunggu balesan apa yang bakal kamu tulis ke aku rasanya... rasanya... aku sulit bernafas Al. mungkin ini berlebihan. tapi aku emang masih nggak waras kalo ada kaitannya sama kamu. betapa gemetarannya tanganku saat itu, dan jantungku...

Al, kita memang tidak pernah punya cerita. tidak bernah bersama. tapi apapun yang terjadi lalu, aku hanya ingin mensyukurinya. bukan salahmu. karena perasaan itu memang tidak bisa dipaksaan. hanya saja... ya aku lelah. aku juga ingin seperti mereka. mengukir kisah dimasa muda, dan memberi warna di masa remajaku.

sekarang, jika memang aku tidak mengganggumu lagi, itu bukan berarti aku melupakanmu. tidak, tidak. I'm just trying to distance my self with you since I know I can't have you.

Al, lo itu lucu tau nggak. kadang keliatan Php bgt. kadang dingin, tapi juga lo bisa ketawa disaat hal yang menurut gue nggak lucu. well, sepertinya lo menikamati kebodohan gue. apapun itu, asalkan itu bikin lo seneng.
udah ya Al, semoga... semoga... semoga...
baik-baik disana. semoga sukses. jadi orang bener. dan nemuin kekasih sejati lo. begitupun gue. kekasih sejati kita. BYE :'D


Saturday, November 10, 2012

G-U-R-U


Kalau membicarakan masalah, pasti nggak bakalan ada habisnya. Namanya orang hidup dunia, ada aja masalah yang datang. Begitu pula dengan masalah pendidikan yang terjadi negara kita tercinta Indonesia. Kalau boleh saya bilang, jika di beri grade melalui abjad huruf. Saya rasa kualitas pendidikan negri kita masih tergolong kategori C. Miris sekali melihatnya, didukung dengan kenyataan kualitas sumber daya manusia yang belum optimal di negri ini.

Masalah pendidikan datangnya dari banyak faktor, kalau mau menyalahkan , lemahnya pendidikan di Indonesia itu salah siapa? Salah sumber daya manusia itu sendiri yang termasuk kita didalamnya. Dalam peningkatan sumber daya manusia di bidang pendidikan, contohnya kita lihat dari segi kualitas guru dan kualitas murid.

Kualitas guru  yang baik bukan hanya memberi materi pembelajaran, tapi dalam belajar juga ada tindakan ‘mendidik’. Artinya guru tidak hanya diam. Tidak hanya mengajar saja, tapi juga memberikan motivasi serta mengarahkan siswa atau memberikan nasihat kepada siswa yang melakukan kesalahan. Bagaimanapun, sekolah adalah tempat para pemudi-pemuda banyak menghabiskan waktu mereka disana, guru pun termasuk orang tua kedua saat disekolah. Oleh sebab itu, jika seorang guru tidak mendidik siswanya, apa yang akan terjadi pada generasi muda berikutnya?

Memperbaiki kualitas guru, bisa dimulai memperbaiki diri sendiri. Memperbaiki diri sendiri, bisa dilakukan dengan meningkatkan keimanan kita pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan iman yang kuat, tidaklah seseorang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Dengan iman yang kuat, tidaklah seorang guru lalai dalam tugasnya untuk mendidik dan mengajar anak bangsa yang selalu berusaha untuk belajar yang baik guna melanjutkan perjuangan para pahlawan melindungi, dan membangun negaranya. Namun, Guru bukanlah malaikat. Guru juga tidak selalu benar. Tapi guru dan jasanya adalah hal yang berharga untuk kita ingat sampai akhir hayat kita. Guru, bukan hanya sekedar kita melihat pada diri seseorang yang bisa dilihat dari fisiknya. Pengalaman adalah guru berharga. Buku, adalah guru yang tidak akan pernah lelah membagi ilmu pada setiap insan yang membutuhkannya. Tapi sosok guru yang bernyawa dan segala jasanya adalah sosok anugrah apabila ia menjadi teladan yang baik baik murid-muridnya. Guru juga manusia. Karakter guru bermacam-macam. Dan punya keunikan tersendiri dalam mengajar. Hal ini harus disadari betul oleh siswa. Karena seorang guru, apabila ia tidak Ridha memberikan ilmunya pada murid. Murid itu akan sulit mencerna pelajaran apalagi untuk mendapat kan nilai yang bagus. Guru bukan segalanya untuk ditakuti, tapi untuk menciptakan suatu keharmonisan dalam pendidikan kerja sama guru dan murid di perlukan. Guru menyanyangi muridnya, layaknya mereka mengajar dan membimbing untuk anak mereka sendiri. Dan sudah seharusnya murid menghormati guru sebagaimana murid bersikap  pada orang yang lebih tua.

Guru. Ada banyak hal yang tidak bisa dikatakan pada mereka. Bahakan setelah luluspun sedikit dari kita yang mengucapkan ‘maaf dan terimakasih’ atas segala bimbingan yang mereka lakukan. Padahal jika ucapan terimakasih itu diLakukan, guru akan merasa senang. Tentu guru akan bangga mendapati murid yang pernah diajarnya mengalami kesuksesan. Karena itulah tujuan seorang guru. Dan siapapun yang tujuannya tercapai tentu senang bukan?

Dalam hal ini, saya sebagai murid. Mewakili seluruh siswa dimanapun kami berada, mengucapkan terimakasih banyak kepada guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Maaf atas kesalahan kami selama kami didik. Dan, semoga Tuhan selalu melindungi kalian wahai guru-guruku.   

Saya, yang selalu berharap agar kualitas guru dan murid di negri kita bisa menjadi sumber daya manusia yang lebih baik lagi kedepannya. Sumber daya manusia yan terlahir dengan akhlak dan iman yang sempurna.

LOMBA BLOG TEMA 'GURUKU PAHLAWANKU'

INFO LEBIH LANJUT KUNJUNGI 
http://indonesiaberkibar.org/term-and-condition.html