Wednesday, November 9, 2011

Nasi Goreng Pemersatu


Hani melangkah memasuki rumahnya. Ia melepas sepatunya dan meletakkan tas ranselnya di kursi ruang tamu. Ia melongok ke kiri ke kanan. Nggak ada kak Reva! Batinnya. Rumahnya amat sepi. Ia duduk sembari melonjorkan kakinya.
kemudian Hani berjalan kearah dapur, untuk meneguk segalas air dingin. Rasa haus yang di alaminya tidak tertahan lagi. Sambil minum, Hani memperhatikan, selembar kertas memo kecil yang tertempel di kulkas. Terdapat pesan singkat dari orang tuanya. Hani mengambil kertas itu, dan mulai membacanya.
Kak Reva, Hani hari ini Mama dan Papa harus pergi ke rumah Eyang. Untuk makan sore nanti, kalian bikin nasi goreng aja. Bahan-bahannya udah ada di kulkas.
Hani mengembalikkan kertas memo itu pada tempat semula dengan perasaan kesal. Bagaimana tidak, ia harus dirumah hanya bersama Kak Reva. Nanti kalo kak Reva ngamuk lagi gimana? Hani jadi ingat peristiwa kemarin. Hari itu, Kak Reva marah besar padanya.
“Han, kamu tau ga dimana buku aku?” Tanya kak Reva saat itu, sambil mengacak-ngacak tas dan lemari bukunya.
“Buku apa kak?”
“itu loh buku yang kecil, ga ada sampulnya, di situ ada tulisan hasil rapat pensi” kata kak Reva dengan panik.
Buku kecil, tanpa sampul. Pasti buku yang udah lusuh itu. Jelek bin jembel. Buku itu kan? Aha! Buku itu kemarin udah gue buang. Hani berkata dalam hati sambil berusaha mengingat buku apa yang ka Reva maksud.
“yang udah jelek itu kak?”
“iya apa deh sebutannya, mau jelek, gembel, lusuh, apalah whatever. Yang penting buku itu ada sekarang juga!”
Gantian wajah Hani yang panic. Ia mundur satu langkah. Diam sejenak. Lalu mundur satu langkah lagi, sampai bisa di jangkaunya pintu kamar kak Reva.
“Han berhenti disitu!” ternyata dari tadi Kak Reva memperhatikan, langkah Hani yang bergerak menjauh darinya.
“Mana buku aku?” tanyanya dengan gaya bicara menodong.
“a.. aku gatau kak” Hani terbata-taba. Ia merapatkan tubuhnya ke tembok. Ya ampun , kak Reva serem banget! Gurutunya.
“jangan bohong!”
Hani diam sesaat. Ia mempersiapkan diri dan mental untuk menerima segala apapun yang bakal kak Reva katakan. Ia menarik nafas panjang.
“sebenernya, buku itu udah aku buang, aku kira buku itu udah ga berguna”
“ya ampun Han, kamu bisa tanya aku dulu kan? Kamu tuh ga boleh masuk kamar orang sembarangan, apalagi buang barang-barang akau tanpa ijin. Kamu tau ga sih, buku itu penting. Aku lupa bawa buku catatan, jadi terpaksa aku catat hasil rapat disitu. Kamu tuh..!”
Kak Reva ngoceh panjang lebar, Hani Cuma diem sambil nahan nangis. Wajahnya kak Reva udah beda banget. Kesel, marah, kecewa, geregetan. Segalanya jadi satu. Hani keluar dari kamar Kak Reva menuju kamarnya. Dan menenggelamkan wajahnya dalam tumpukan bantal.
**
“Aku pulang..” terdengar suara kak Reva, dari ruang tamu. Hani duduk di kursi meja makan. Memutar-mutar garpu. Memainkan selai roti, dengan wajah bosan, dan kondisi perut yang meronta minta diisi. Ia ingat isi memo dari mamanya. Tapi ia tak ingin buat nasi goreng itu sendiri, karna biasanya ia membuat nasi goreng bareng kak Reva. Tapi Hani juga inget, ia kan lagi berantem sama kak Reva
Kak Reva masuk ke dapur, mengambil minum. Ia melihat memo itu. Kemudian kak Reva mengambil bumbu-bumbu yang di perlukan untuk membuat nasi goreng. Ia melakukan itu tanpa melirik Hani sedikitpun. Hani mengambil, penggorengan, dan menuang minyak ke dalam penggorengan juga tanpa suara.
Kemudian ia mengambil nasi ukuran dua porsi, seperti yang ia lakukan saat membantu kak Reva membuat nasi goreng.
Kak reva menyalakan kompor. Hani mempersiapkan kecap, garam, dan bahan-bahan lain. Pembuatan nasi goreng itu berlangsung benar-benar dalam keadaan diam diantara keduanya. Limabelas menit berlalu, nasi goreng itu telah siap untuk di makan.
**
Di meja makan, sepasang kakak beradek itu beradu pandang. Hani ingin minta maaf pada kak Reva, karna bagaimana pun posisinya tetap salah. Tapi ia melihat, belom ada gelagat baik dari kak Reva, agar mau memaafkannya.
“Enak kak nasi gorengnya” pujian tulus dari Hani, walau terdengar seperti basa-basi. Kak Reva memandang adiknya, “Ya” ucapnya singkat.
“kak, aku minta maaf” ucap Hani akhirnya.
Hani menunduk, tak berani melihat kearah kak Reva sedikitpun. Tanpa di sangka Kak Reva tersenyum. “yaudah sih gapapa kali Han, haha”
Kak Reva tertawa geli, lalu kembali menyuap nasinya. “lagian marah aku udah lupa, gara-gara makan nasi goreng”
Hani melongok “kok? Aneh banget sih kaka”
“yeh, kamu mau aku marah lagi? Gini ya, aku udah ga marah kok, salah aku juga, karna teledor ngebiarin kamu masuk ke kamar aku. Lagian ternyata Kayla punya copy-an nya”
Kak Reva terlihat begitu lahap menyantap nasi gorengnya. “oh gitu ya kak, aku kira kaka masih marah”
“ga dong, nasi goreng ini, bikin mood aku baik lagi” ucap kak Reva  sambil senyam-senyum. “udah abisin nasi gorengnya”
Dalam hati, Hani seneng kak Reva udah ga marah lagi. Ia menyebut makanan yang sedang  ia makan yaitu “Nasi goreng pemersatu”. Hatinya terus memikirkan, kenapa kak Reva seneng banget makan nasi goreng. Jangan-jangan kak Reva… menang undian karna makan nasi goreng (?)
“ckck..” hani cekikikan dalam hati. Apapun, yang terjadi, yang penting kak Reva ga marah lagi.

No comments:

Post a Comment